Safari Aqiqah – Bagi umat Islam, mengadakan aqiqah merupakan tradisi yang dilakukan sebagai ungkapan syukur atas kelahiran seorang anak, yang biasanya dilakukan dengan menyembelih hewan ternak. Namun, bagaimana ketentuan dan hukum aqiqah bagi janin yang keguguran dalam pandangan Islam?

Merujuk pada kolom Tanya Jawab Fiqih di situs Kementerian Agama, para ahli layanan syariah menjelaskan mengenai hukum aqiqah untuk janin yang mengalami keguguran. Pendapat para ulama dalam hal ini ternyata berbeda-beda.

Hukum Aqiqah untuk Janin Keguguran dalam Islam

Ibnu Hajar dalam kitab Fatawa berpendapat bahwa aqiqah tidak diwajibkan bagi janin yang keguguran sebelum mencapai usia empat bulan (17 minggu) atau sebelum terbentuknya wujud manusia yang jelas. Menurutnya, aqiqah hanya terkait dengan kelahiran anak yang telah mencapai usia tertentu dan memiliki bentuk manusia yang nyata.

Ibnu Hajar menjelaskan, “Aqiqah hanya disunahkan untuk bayi keguguran yang sudah ditiupkan roh padanya (yang bisa diketahui dengan adanya tanda-tanda kehidupan).” (Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, vol. 4, hal. 257).

Beliau menambahkan, jika janin tersebut belum ditiupkan ruhnya, maka ia tidak akan dibangkitkan di hari kiamat. Oleh karena itu, tidak ada keharusan untuk melaksanakan aqiqah bagi janin yang gugur sebelum usia empat bulan.

“Adapun janin yang belum ditiupkan roh padanya maka dia (bagaikan) benda mati yang tidak akan dibangkitkan serta tidak bisa dimanfaatkan kelak di akhirat. Sehingga tidak disunahkan menyembelih akikah untuknya. Berbeda dengan bayi keguguran yang sudah ditiupkan kehidupan padanya, ia adalah manusia hidup yang akan dibangkitkan kembali kelak di akhirat serta bisa dimanfaatkan syafaatnya.”

Di sisi lain, beberapa ulama menyarankan tetap melaksanakan aqiqah bagi janin yang keguguran sebagai bentuk amal kebaikan. Mereka berpendapat bahwa aqiqah bisa dimaknai sebagai doa dan bentuk syukur atas anugerah seorang anak, meskipun anak tersebut belum lahir sepenuhnya.

Sementara itu, Sheikh Mustafa Umar, Presiden Universitas Islam California, menjelaskan bahwa aqiqah wajib dilakukan jika janin telah mencapai usia 120 hari.

Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Jika keguguran terjadi sebelum janin ditiupkan ruh, yaitu sebelum berusia empat bulan atau 120 hari, maka aqiqah tidak disunnahkan.
  2. Jika keguguran terjadi setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah usia empat bulan atau 120 hari, maka aqiqah tetap disunnahkan.

Perawatan Janin yang Keguguran dalam Islam

Penanganan janin yang keguguran dalam Islam terbagi menjadi beberapa bagian, sebagaimana dijelaskan dalam buku Ritual Kematian Islam Jawa karya K.H. Muhammad Sholikhin:

  1. Jika bayi yang keguguran menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti mengeluarkan suara dan sudah jelas bentuknya sebagai manusia, maka perlakuannya sama seperti orang dewasa: harus dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dikuburkan.
  2. Jika bayi memiliki bentuk manusia yang jelas namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan sejak lahir, maka wajib untuk memandikan, mengkafani, dan menguburkan, tetapi tidak perlu disalatkan.
  3. Jika janin tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan dan belum berbentuk manusia yang jelas, tidak ada kewajiban apa pun, namun disunnahkan untuk mengkafani (dibungkus) dan kemudian dikuburkan.

Syaikh Hafizh Ali Syuaisyi’ menambahkan dalam bukunya bahwa jika janin masih berupa sepotong daging, cukup dikuburkan saja dengan cara yang memungkinkan.

Ketentuan Aqiqah

Pelaksanaan aqiqah tetap dianggap sebagai sunnah muakkad, yang hampir setara dengan kewajiban, sebagaimana dijelaskan dalam karya Sayyid Sabiq yang disusun oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi. Ini berarti, meskipun orang tua bayi dalam keadaan ekonomi yang sulit, aqiqah tetap dianjurkan untuk dilaksanakan.

Dari Samurah RA Rasulullah SAW bersabda, “Tiap anak laki-laki tergadai dengan aqiqahnya. Disembelih aqiqah itu untuknya pada hari ke-7, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR Ahmad).

Jumlah Hewan untuk Aqiqah

Jumlah hewan yang disembelih untuk aqiqah bergantung pada jenis kelamin anak. Untuk anak laki-laki, diwajibkan menyembelih dua ekor kambing, sementara untuk anak perempuan cukup satu ekor kambing.

Aisyah RA berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk menyembelih dua ekor kambing yang sama besar untuk anak laki-laki, dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.” (HR At-Tirmidzi).

Sumber gambar: iStockphoto

Penulis: Elis Parwati

×